
Ada sebuah kisah inspiratif tentang dua sahabat yaitu Samir dan Mun’im. Setelah mereka 10 tahun bekerja di sebuah perusahaan asuransi, pihak managemen memutuskan menggabung beberapa divisi untuk menekan pengeluaran yang berdampak negatif pada perusahaan. Buntut dari kebijakan ini adalah pengurangan karyawan, termasuk Samir dan Mun’im. Langkah ini terpaksa diambil karena angka penjualan mereka merosot tajam. Bagi dua sahabat ini, kebijakan perusahaan tak ubahnya mimpi buruk di siang bolong. Mereka merasa telah memberikan yang terbaik untuk perusahaan. Mereka terpaksa keluar dari perusahaan dengan perasaan sangat kecewa.
Samir segera mencari jalan keluar. Ia berkata kepada temannya, “Percayalah, Allah tidak mungkin membiarkan kita. Dialah satu-satunya yang mengatur rezeki. Karena itu, jangan cemas, Mun’im. Besok kita cari pekerjaan lain. Seperti kita biasa mendapatkan pekerjaan ini, kita pun bisa mendapatkan pekerjaan lain.” Samir tampak sangat optimis. Mun’im sebaliknya. Ia kelihatan putus asa. Mun’im berkata, “Kamu suka bermimpi, Samir. Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan pekerjaan lain?! Tidakkah kau melihat sekitarmu? Tidak ada lowongan! Persaingan antarpekerja begitu ketat. Aku yakin kita tersisih. Sebaiknya kita pindah ke daerah lain.”
Dua orang bersahabat itu akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Esok harinya, Samir mulai mencari pekerjaan tapi tidak berhasil. Meski demikian, ia tidak patah arang. Seminggu kemudian, ia mendengar kalimat yang sama, seperti yang diucapkan sahabatnya “Tidak ada lowongan. Tinggalkan saja surat lamaran Anda. Jika ada lowongan, kami akan menghubungi.” Samir punmemutuskan untuk menerima pekerjaan lain di luar keahliaannya. Yang penting halal dan tidak membuat Allah murka.
Samir mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan biasa di sebuah bank. Ia sangat bahagia. Setiap hari ia semakin terampil dan ia mau belajar lebih banyak. Kariernya terus meningkat, begitu pula penghasilannya. Sembari tawakal kepada Allah, Samir terus berjuang hingga berhasil menjadi kepala cabang. Di sisi lain, Mun’im sama sekali tidak berusaha mencari pekerjaan. Kehidupannya dikungkung masa lalu dan peristiwa yang menimpanya. Ia hanya bisa mengeluh, “Mereka memecatku sewenang-wenang.” Kondisi jiwanya memburuk dari hari ke hari. Akhirnya ia stress berat hingga ia merasa tidak berguna. Ia berusaha bunuh diri lebih dari sekali. Kehidupannya penuh dengan penderitaan dan beban kejiwaan. Tak ayal, ia kemudian ditangani para dokter di rumah sakit jiwa. Mun’im menderita paranoid termasuk pada orang terdekatnya. Ia menolak perubahan sekecil apa pun. Ia habiskan waktu dengan tidur lama. Ketika bangun, langsung menonton televise selama berjam-jam agar terhindar dari pikiran tentang perubahan.
Kisah di atas adalah contoh kecil tentang kekuatan pikiran dan pengaruhnya. Bagaimana pikiran itu menyebar, meluas, dan membuka data-data lama yang sejenis dengannya. Kemudian pikiran itu membuat Anda konsentrasi padanya. Selanjutnya ia mempengaruhi perasaan, sikap, dan hasil yang Anda dapatkan. Pikiran itu membuat file baru yang memperkuat dan memperdalam proses pembentukkan kepribadian Anda dalam akal bawah sadar.
Jadi hidup itu adalah pilihan. Anda mau memilih jalan yang mana? Apakah jalan kepedihan atau kebahagiaan. Kesedihan dan penderitaan sebenarnya Anda yang memilih.
Mengapa demikian? Karena ketika Anda menghadapi kepedihan misalnya dipecat, Anda mengkondisikan diri dengan marah-marah, menangis berhari-hari, cemberut, mengeluh ke mana-mana, dll. Ini berarti kondisi yang Anda pilih, berarti Anda sedang memilih untuk tidak bahagia.
Sebaiknya Anda memutuskan untuk memilih kondisi yang menguntungkan apa pun keadaannya. Ingat, “setiap kejadian itu netral”. Yang menurut orang itu kepedihan kesengsaraan itu sebenarnya netral, Anda saja yang mempersepsikan sehingga sesuatu yang menyedihkan sehingga membuat Anda tidak bergairah dan putus asa. Kisah di atas sebenarnya kejadiaannya sama tetapi dipersepsikan berbeda.
Bagi Samir, dipecat dipersepsikan:
- Samir yakin akan mendapat pekerjaan lagi. Semua adalah kehendak Allah (semua takdir baik, berprasangka baik pada Allah/ada hikmahnya, rezeki Allah yang mengatur). Dia berkata : “Percayalah, Allah tidak mungkin membiarkan kita. Dialah satu-satunya yang mengatur rezeki. Karena itu, jangan cemas, Mun’im. Besok kita cari pekerjaan lain. Seperti kita biasa mendapatkan pekerjaan ini, kita pun bisa mendapatkan pekerjaan lain.”
- Terus berusaha dan pantang menyerah mencari pekerjaan walaupun persaingan ketat
- Tawakal
- Tidak mengeluh
- Tidak sakit hati pada perusahaan yang dulu (berdamai dengan masa lalu)
Sedangkan Mun’im dipecat dipersepsikan:
- Mun’im pesimis. Mun’im berkata, “Kamu suka bermimpi, Samir. Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan pekerjaan lain?! Tidakkah kau melihat sekitarmu? Tidak ada lowongan! Persaingan antarpekerja begitu ketat. Aku yakin kita tersisih. Sebaiknya kita pindah ke daerah lain.”
- Mun’im sama sekali tidak berusaha mencari pekerjaan. Energinya habis memikirkan masa lalu dan sakit hatinya, sehingga tidak bergairah dan tidak semangat.
- Mun’im tidak berprasangka baik kepada Allah dan tidak bersyukur. Ia hanya bisa mengeluh, “Mereka memecatku sewenang-wenang.”
Kesimpulan:
- Pikiran mempengaruhi hasil
Berpikir —> konsentrasi —> perasaan —> sikap —> hasil (positif atau negatif) - Hidup adalah pilihan. Memilih bahagia atau menderita.
- Setiap kejadian netral, kita saja yang mempersepsikan berbeda-beda.
- Langkah untuk mengubah hidup atau menghadapi masalah adalah dengan mengubah persepsi. Dan cara mengubah persepsi pertama-tama dengan mengubah kata-kata. Contoh: tidak ada lowongan diganti dengan belum ada lowongan.
Sumber: Ibrahim Elfiky