
🍍🍉
Ibnu Hibban meriwayatkan, bahwa Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam terjangkit penyakit selama delapan belas tahun. Hingga orang-orang dekat maupun yang jauh mengasingkan beliau. Kecuali dua orang dari saudaranya. Di mana keduanya setiap pagi dan menjenguk beliau. Suatu hari, salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lain, “Kamu tahu, demi Allah Ayyub telah melakukan suatu dosa yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun di alam.” Temannya berkata, “Apa itu?” Dia menjawab, “Sejak delapan belas tahun Allah tidak mengasihi dia.” (Silsilah Ash-shahihah, Al-Albani menyatakan ‘shahih’)
Perbincangan itu sampai ke telinga Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam. Namun, semua itu tidak menyurutkan harapannya kepada Allah. Beliau ridha atas ketetapan Allah, dengan tetap optimis, bahwa Allah akan mengasihi dan menolongnya. Selama delapan belas tahun, beliau menjaga prasangka baiknya kepada Allah, dan tak pernah turun kadarnya dengan interval waktu yang begitu lama. Hal yang mungkin terjadi di antara kita -nas’alullahal ‘aafiyah-, harapan segera pupus setelah beberapa lama berusaha dan berdoa. Atau minimal terjadi pergulatan hebat antara keyakinan, keraguan, dan bahkan ketidakpercayaan. Namun, tidak demikian dengan Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam. Hingga suatu hari, Allah mewahyukan kepada beliau,
“(Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman), “Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (QS. Shaad: 42)
Begitulah, kemudian beliau sembuh total, seperti tidak pernah sakit sebelumnya, dan bahkan keadaannya lebih baik dari sediakala.
🍍🍉
Prasangka Menjadi Nyata
Apa yang dialami Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam itu memperkuat kebenaran hadits qudsy, di mana Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam mengatakan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR. Al-Bukhari)
Selagi seseorang berharap kepada Allah, dan terus terjaga tergantung pada Allah, Allah akan menyembuhkannya. Begitu pula sebaliknya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, dimana ketika Nabi menjenguk seorang badui yang sedang sakit, beliau mengatakan, “la baʼsa, thahuurun in syaa Allah!”, tidak apa-apa, menjadi pembersih (dosa) in syaa Allah. Tapi, si badui itu malah menyanggah dengan kata-kata, “(Penyakit ini menjadi) pembersih katamu? Bukan, ini adalah demam tinggi yang menyerang si tua renta dan akan mengantarkannya ke dalam kubur.” Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “na’am idzan”, ya, baiklah kalau begitu.” Maka sakit itupun menyebabkan si badui itu wafat. Begitulah, buruk sangka menghasilkan hasil yang buruk, sebagaimana berbaik sangka kepada Allah membuahkan hasil yang diinginkan.
🍍🍉
Hikmah
Betapa sering manusia menghadapi masa-masa menentukan seperti itu; antara sembuh dan tidak sembuh, antara selamat atau tidak selamat, antara optimis dan pesimis, antara berharap dan putus asa. Dan kesudahan yang akan terjadi, sangat bergantung dengan keyakinan dalam hati.
Dalam hal perolehan manfaat juga seperti itu. Manusia sering diuji persangkaannya kepada Allah, antara berhasil atau gagal, optimis ataukah pesimis. Kemana arah persangkaannya, di situlah hasil yang akan dipetiknya.
Begitu pentingnya husnuzhan kepada Allah, hingga Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya “Husnuzhan Billah”, disebutkan 151 dalil baik berupa ayat maupun hadits, yang kesemuanya menghasung kita untuk optimis dalam berpengharapan, meninggalkan pesimistis dan putus asa, dan konsisten dengan harapan yang baik.
Kisah di atas sangat inspiratif sekali, mengingatkan kita untuk senantiasa terus dan terus berprasangka baik kepada Allah.
Sumber: Abu Umar Abdullah (Buku Balasan Setimpal Perbuatan)
#posthink
#komunitasberpikirpositif
#kisahinspiratifposthink
#divisipendidikan&pelatihanposthink
Ket : posthink = positive thinking